Sepuluh Wilayah Kebudayaan Jawa Timur: Sebuah Keunikan di Timur Jawa Dwipaoleh Rizal Agung Kurnia, Sastra Indonesia Unair
Dibacakan pada Temu Ilmiah ILMIBSI (Ikatan Lembaga Mahasiswa Ilmu Budaya dan Sastra se-Indonesia) di Ruang VIP Universitas Negeri Medan, Sumatera Utara, 22 Februari 2013
Indonesia sebuah negara di belahan bumi bagian tenggara. Negara multikultural dengan kondisi geografis berupa kepulauan. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) menjadi daya tarik tersendiri bagi banyak negara di dunia, dengan sumber daya alam yang begitu berlimpah. Kearifan budaya lokal juga menjadi catatan tersendiri bagi organisasi dunia dalam bidang kebudayaan UNESCO mencatat jengkal demi jengkal rekam jejak kebudayaan di Indonesia. Pelancong-pelancong asing sedikit demi sedikit menjajal nikmatnya surga Indonesia yang sangat memanjakan dan menjanjikan bagi banyak orang. Idaman para pelancong menjadikan peluang tersendiri bagi pemerintah Indonesia dalam bidang wisata, jadi memang sangatlah penting untuk pemerintah dan masyarakat menjaga dan melestarikan budaya Indonesia, tentunya kita harus mengenal dulu apa saja budaya yang kita miliki.
Budaya Indonesia banyak sekali jumlahnya, tiap wilayah akan memiliki budaya dan kearifan lokal yang berbeda-beda. Perbedaan itu membuat Indonesia semakin eksotis dimata dunia. Perbedaan itu membuat Indonesia semakin dewasa dan bijaksana. Begitu pula dengan Jawa Timur, Provinsi paling timur di pulau jawa ini memiliki keunikan tersendiri. Tentunya dalam hal kebudayaannya. Jawa Timur memiliki sepuluh wilayah kebudayaan yang berbeda, uniknya ini dalam satu provinsi yang sama. Ini bisa menjadi keunikan bahkan peluang memajukan Jawa Timur dan mungkin Indonesia jikalau kita mampu memahami dan menjaga agar kesepuluh wilayah ini tetap ada dan berkembang. Jawa Timur memiliki luas sekitar  47.922 km² dengan jumlah penduduk 37.687.662 pada tahun 2011 yang tersebar pada 38 kabupaten dan kota tentunya akan membuat Jawa Timur memiliki beragam kebudayaan yang muncul dari perilaku masyarakat.
Menurut Koentjaraningrat (1983) tentang unsur kebudayaan, beliau menyatakan bahwa ada tujuh unsur dalam sebuah kebudayaan secara universal. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut antara lain adalah sistem religi, sistem organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian dan sistem ekonomi, sistem teknologi dan peralatan, bahasa, dan kesenian. Ketujuh unsur kebudayaan itu membuat Jawa Timur tebagi menjadi sepuluh wilayah kebudayaan. Menurut Ayu Sutarto (2004) ada sepuluh wilayah kebudayaan Jawa Timur yaitu Jawa Mataraman, Jawa Panaragan, Arek, Samin (Sedulu Sikep), Tengger, Osing (Using), Pandalungan, Madura Pulau, Madura Bawean, dan Madura Kangean. Kesepuluh wilayah tersebut tentu memiliki keunikan tersendiri, corak budaya yang berbeda dan kearifan lokal yang akan membangun Jawa Timur menjadi salah satu dari sekian ribu kawasan di Indonesia yang sangat eksotis, serta membangun masyarakat Indonesia yang lebih baik dan bermartabat.
Wilayah kebudayaan Jawa Mataraman memiliki corak kebudayaan yang hamper sama dengan yang ada di wilayah Yogyakarta dan Surakarta atau corak kebudayaan dari Kerajaan Mataram. Pola kehidupan masyarakatnya juga sangat mencerminkan kehidupan masyarakat jawa mataram. Bahasa yang digunakan masyarakat wilayah ini juga sangat mataram, walaupun tingkat kehalusan berbeda dengan masyarakat yang ada di Yogyakarta dan Surakarta, namun pada dasarnya mereka memiliki satu garis leluhur yang sama. Cara bercocok tanam dan sistem sosial masyarakat jawa mataraman juga tidak jauh beda dengan wilayah mataram di jawa tengah. Begitu pula dengan selera kesenian yang sangat bercorak mataram, banyak jenis kesenian seperti ketoprak, wayang purwa, campur sari, tayub, wayang orang, dan berbagai tari yang berkait dengan keraton seperti tari Bedoyo Keraton. Wilayah yang tercakup dalam Jawa Mataraman yaitu masyarakat yang tinggal di wilayah Kabupaten Ngawi, Kabupaten dan Kota Madiun, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Magetan, Kabupaten dan Kota Kediri, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten dan Kota Blitar, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Tuban, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Bojonegoro. Namun masih perlu dipertanyakan jika Lamongan dan Bojonegoro termasuk dalam wilayah kebudayaan ini, karena dari segi bahasa menurut saya sangat berbeda. Ini semua masih butuh penelitian yang lebih lanjut agar dapat dipastikan cakupan wilayah kebudayaan Jawa Mataraman.
Wilayah Jawa Panaragan merupakan masyarakat daerah Ponorogo. Wilayah kebudayaan disini secara cultural terkenal dengan masyarakat yang sangat menghormati tokoh-tokoh formal yang mereka kenal sebagai pangreh praja, tetapi tokoh-tokoh seperti warok dan ulama juga menjadi tokoh penting dalam masyarakat Panarangan. Jenis kesenian wilayah ini sangat terkenal di Indonesia bahkan dunia, serta sempat diklaim sebagai kebudayaan sebuah negara di Asia yang secara garis kebudayaan memang masih serumpun yaitu melayu. Jenis kesenian tersebut yaitu Reog Ponorogo, juga beberapa kesenian lain seperti lukisan kaca dan tayub ponorogo. Pada wilayah ini juga masih butuh penelitian lebih lanjut, mengapa daerah ini tidak masuk dalam wilayah Jawa Mataraman? Melihat kondisi geografis wilayah ini diapit oleh daerah dengan kebudayaan Jawa Mataraman, seperti Pacitan, Magetan, Madiun, dan Kediri.
Wilayah Arek merupakan wilayah kebudayaan yang cukup dikenal dan dapat dikatakan sebagai ciri khas Jawa Timur. Masyarakat wilayah ini dikenal memiliki semangat juang yang tinggi, terbuka terhadap perubahan masa, dan mudah beradaptasi. Bondo nekat menjadi ciri khas komunitas ini. Perilaku tersebut bisa sangat positif hingga munculnya sifat patrotik ya sangat luar biasa, namun bisa menjadi sangat destruktif apabila tidak ada kontrol dari masyarakat itu sendiri. Surabaya dan Malang menjadi pusat kebudayaan Arek. Kedua kota besar ini menjadi pusat kebudayaan Arek karena kondisi sosial masyarakatnya yang begitu komplek dan heterogen, bisa dikatakan menjadi pusat bidang pendidikan, ekonomi, dan parawisata di Jawa Timur. Terutama pada kota Surabaya yang menjadi tempat yang nyaman bagi segala kebudayaan yang datang bersinggah di Jawa Timur. Kesenian tradisional (rakyat) yang banyak berkembang di sini adalah Ludruk, Srimulat, wayang purwa Jawa Timuran (Wayang Jek Dong), wayang Potehi (pengaruh kesenian China), Tayub, tari jaranan, dan berbagai kesenian bercoral Islam seperti dibaan, terbangan, dan sebagainya. Sikap keterbukaan, egalitarian, dan solidaritas yang tinggi membuat semua jenis kesenian bisa hidup di wilayah ini seni rupa berbagai jenis, gaya, dan aliran mampu berkembang pesat di wilayah kebudayaan Arek, begitu juga dengan seni kontemporer, sastra, tari, dan teater yang menjadi warna tersendiri pada kebudayaan Jawa Timur. Wilayah kebudayaan Arek meliputi Surabaya, Malang, Mojokerjo, Gresik, Sidoarjo.
Wilayah kebudayaan Samin merupakan wilayah dengan populasi yang semakin sedikit keberadaannya. Masyarakat Samin sangat unik, mereka paling anti dengan yang namanya penjajahan dan bersikap jujur merupakan harga mati bagi mereka. Masyarakat komunitas Samin menganggap manusia yang baik adalah manusia yang kata dan perbuatannya sama. Wilayah kebudayaan Samin berpusat di Blora Jawa Tengah, namun persebarannya hinggi mencakup Jawa Timur, yaitu Bojonegoro. Wilayah ini masih butuh banyak penelitian-penelitian yang lebih akurat, karena melihat kondisinya yang semakin tersingkir oleh jaman, sudah sepatutnya kita turut menjaga dan melestarikan wilayah ini sebagai warisan leluhur yang tentu sangat bermanfaat untuk membangun Indonesia dan Jawa Timur pada khususnya.
Wilayah kebudayaan Madura pulau dikenal sebagai komunitas dengan keuletan dan ketangguhannya. Jiwa penjelajahnya begitu terkenal hampir serupa dengan masyarkat bugis dan minangkabau. Kondisi tanah yang kurang subur menyebabkan mereka harus melakukan tindakan lain selain bertani. Garam menjadi komoditi utama masyarakat Madura dalam bidang perekonomian. Agama Islam menjadi hal yang paling mendasari mereka dalam bertindak dan bersikap. Seperti halnya Ponorogo, kiai menjadi tokoh yang sangat berpengaruh dalam masyarakat. Sistem pendidikan pesantren semakin membuat tokoh agama seperti kiai ini sangat berperan dalam segala bidang kehidupan masyarakat Madura. Kesenian yang berkembang di wilayah ini banyak diwarnai nilai Islam. Mulai dari tari Zafin, Sandur, Dibaan, Topeng Dalang (di Sumenep), dan sebagainya. Karya sastra bernuansa Islam juga sangat mewarnai kebudayaan masyarakat Madura. D. Zawawi Imron merupakan kiai sekaligus maestro sastra Indonesia juga berasal dari pulau garam ini. Bahasa Madura memiliki keunikan tersendiri di Jawa Timur. Ragam Bahasa Madura sangat berbeda dengan apa yang ada kebanyakan di Jawa Timur. Masyarakat kebudayaan ini juga berhubungan dengan masyarakat Madura Bawean dan Kangean yang pada dasarnya merupakan kebudayaan Madura, namun memiliki perbedaan diantara mereka, yang itu masih perlu penelusuran lebih lanjut.
Wilayah kebudayaan Pandalungan merupakan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir pantai utara Jawa Timur Bagian timur, seperti Pasuruan, Probolinggo, Lumajang, Jember, Sitobondo, dan Bondowoso. Sebagian besar masyarakat wilayah ini memilih untuk bercocok tanam dan sebagai nelayan. Masyarakat wilayah ini sangat dipengaruhi oleh budaya Madura. Corak mataraman dan Pandalungan mewarnai kesenian pada wilayah ini, dengan corak keislaman yang begitu kuat dalam setiap kesenian yang ditawarkan. Ada hal unik dalam kebahasaan masyarakat Pandalungan, apabila kita bertemu dengan kawan yang berasal dari Pandalungan kita akan mengira mereka adalah orang Madura, terlihat dari bahasa mereka, padahal mereka bukan orang Madura, bahasa mereka lebih condong ke bahasa jawa, namun dengan dialek Madura yang sangat kuat. Merekapun tidak mau disebut orang Madura, karena mereka punya kebudayaan tersendiri, walaupun masih mendekati kesamaan dengan wilayah Madura.
Wilayah kebudayaan Osing merupakan wilayah yang cukup khas di Jawa Timur. Terletak di daerah kabupaten Banyuwangi, terutama di wilayah yang berdekatan dengan Bali. Masyarakat Osing begitu rajin dalam hal pertanian dan memiliki bakat seni yang luar biasa. Kesenian masyarakat ini perpaduan budaya Jawa dan Bali, serta pengaruh Pandalungan juga begitu terlihat karena mobilitas sosial wilayah ini juga berhubungan dengan wilayah Pandalungan. Wilayah masyarakat Osing ada kesenian Gandrung Banyuwangi yang begitu terkenal di Jawa Timur, sekaligus Indonesia pada umumnya, lalu Kentrung, dan Burdah (Gembrung).
Wilayah kebudayaan Tengger mencakup wilayah Tengger Bromo, Probolinggo. Masyarakat ini sangat terkenal dengan tradisinya yang masih sangat terjaga. Nilai-nilai kerajaan Majapahit masih sangat melekat dalam tiap tindakan masyarakat Tengger. Animisme dan Hindu juga tetap hidup dalam wilayah ini. Ucapara Kasada merupakan ritual adat yang paling terkenal di masyarakat Tengger. Bertani dan menikmati hasil hutan merupakan objek bergantungnya kehidupan masyarakat Tengger. Wilayah ini juga merupakan objek wisata yang sangat dirindukan oleh banyak wisatawan lokal dan asing.
Itulah kesepuluh wilayah kebudayaan Jawa Timur yang masing-masing memiliki cira khas dan keunikan tersendiri yang tentunya dapat kita manfaatkan untuk kehidupan kita sehari-hari. Data di atas jauh dari kata sempurna, namun data tersebut bisa sedikit memberikan gambaran kepada kita apa itu Jawa Timur. Penelitian-penelitian kebudayaan masih sangat dibutuhkan untuk mengungkap segalanya tentang Budaya Jawa Timur. Indonesia begitu kaya dengan segala kearifan lokalnya yang seharusnya bisa membuat bangsa ini menjadi negara super power tentunya bukan karena militernya seperti halnya Amerika, juga bukan karena perekonomiannya seperti China, apalagi perpolitikannya, Indonesia negara adidhaya dengan senjata Budaya.
Sumber:
www.dewankeseniangresik.blogspot.com diakses pada 27 Desember 2012, pukul 10.00 WIB
Kusnadi. Cerita Rakyat Pesisiran Jawa Timur Perspektif Antropoligis. Jember.
Koentjaraningrat. 1983. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
Ayu  Sutarto.  "Studi  Pemeetaan  kebudayaan Jawa Timur" (Studi  Deskkriptif  Pembagian  10  (sepuluh)  sub  kebudayaan  Jawa  Timur).  2004.  Program  Studi  Antropologi.  FISIP-Universitas  Jember.

Sumber asli: di sini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kasih, duduklah di sampingku (Karya: Sergei Yesenin)

Kedua puluh satu, Malam, Senin (Karya: Anna Akhmatova)